You are on page 1of 14

KWASHIORKOR A.

Definisi Kwashiorkor diambil dari bahasa Ga yang berasal dari Negara Ghana yang berarti kekurangan kasih sayang ibu. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Williams pada tahun 1933 dan istilah ini mengacu pada intake protein yang inadekuat sehingga terjadi defisiensi protein dengan intake kalori yang biasanya juga mengalami defisiensi ataupun normal. Edema merupakan karakteristik kwasiorkor karena itu penyakit ini diklasifikasikan sebagai malnutrisi basah. B. Epidemiologi Berdasarkan SUSENAS (2002), 26% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan 8% balita menderita gizi buruk (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor). Kasus ini sering dijumpai di daerah miskin, persediaan makanan yang terbatas dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini menjadi masalah di negara miskin dan berkembang seperti di Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Asia Selatan. Di negara maju seperti Amerika kasus dan jepang kasus ini merupakan kasus yang langka. Rata-rata 50% dari 10 juta kematian tiap tahun pada negara berkembang disebabkan oleh malnutrisi pada anak usia dibawah 5 tahun. Pada kwashiorkor mortalitas menurun pada peningkatan usia penderita. C. Faktor Risiko 1. Bayi dan anak kecil yang napsu makannya jelek 2. Remaja dalam masa pertumbuhan yang pesat 3. Wanita hamil dan wanita menyusui 4. Orang tua 5. Penderita penyakit menahun pada saluran pencernaan, hati atau ginjal, terutama jika terjadi penurunan BB sampai 10-15% 6. Orang yang menjalani diet untuk jangka panjang 7. Vegetarian 8. Penderita ketergantungan obat atau alkohol yang tidak cukup makan 9. Penderita AIDS 10. Pemakaian obat yang mempengaruhi nafsu makan, penyerapan atau pengeluaran zat gizi 11. Penderita anoreksia nervosa 12. Penderita demam lama, hipertiroid, luka bakar atau kanker D. Etiologi Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut antara lain: 1. Pola makan Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh kembang. Meskipun intake mengandung kalori yang cukup tidak semua makanan mengandung asam amino yang memadai. Defisiensi protein dapat terjadi pada bayi dengan ASI dari ibu yang vegetarian dan pada masa peralihan ASI ke makanan

pengganti (dimana pada negara miskin dan berkembang makanan pengganti lebih bersifat tinggi zat tepung dan rendah protein) 2. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak (Ignorance) 3. Faktor sosial Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi, keadaan sosial politik tak stabil ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-temurun. 4. Faktor ekonomi Kemiskinan keluarga sehingga kebutuhan keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi 5. Faktor infeksi dan penyakit lain Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi dan sebaliknya. Penyaki yang dapat menurunkan protein tubuh diantaranya diare kronik, malabsorbsi protein, sindroma nefrotik, infeksi menahun, luka bakar, penyakit hati. E. Patomekanisme Pada kwashiorkor yang klasik terjadi edema dan perlemakan hati disebabkan gangguan metabolik dan perubahan sel. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok. Para penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya. Namun kekurangan protein dalam dietnya akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin hepar. Sehingga kemudian timbul edema. Perlemakan hati disebabkan oleh gangguan pembentukan lipoproteinbeta sehingga transportasi lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar. F. Manifestasi Klinis 1. Edema minimal pada kedua punggung kaki, bersifat pitting edema dan biasanya terjadi akibat hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler dan hormonal akibat gangguan eliminasi ADH. Derajat edema: + : Pada tangan dan kaki ++ : Tungkai dan lengan +++ : Seluruh tubuh (wajah dan perut) 2. Moon Face akibat terjadinya edema 3. Kurus dan pucat 4. Kelainan hati 5. Kelainan rambut Rambut tipis, kemerahan spt warna rambut jagung, tampak kusam, halus dan kering juga mudah dicabut tanpa sakit, rontok. Bulu mata dapat memanjang (broomstick appearance)

6. Perubahan status mental Biasanya penderita cengeng, hilang napsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadaran bisa menurun dan anak menjadi apatis 7. Otot mengecil (hipotrofi) 8. Kelainan kulit bercak merah muda yg meluas & berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis) biasanya pada bagian yang sering mendapatkan tekanan. 9. Kelainan tulang dan gigi Dekalsifikasi, osteoporosis dan hamabatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita 10. Penyakit penyerta : diare, disentri, TBC, bronkopneumonia, ascariasis 11. Kelainan gastrointestinal Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-kadang sangat hebat sehingga pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Hal ini terjadi karena 3 masalah yaitu infeksi usus, intoleransi laktosa dan malabsorbsi lemak (defisiensi garam empedu, konjugasi hati, defisiensi lipase pankreas, atrofi vili mukosa usus halus) 12. Kelainan pankreas dan kelenjar lain : perlemakan kelenjar 13. Kelainan jantung Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan jantung disebabkan hipokalemia dan hipomagnesia. 14. Kelainan darah dan sumsum tulang Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai infeksi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. anemia juga disebabkan kekurangan nutrient yang penting untuk pembentukan darah seperti ferum, vitamin B12, folat, dan B6. Defisiensi protein dan infeksi menahun dapat menyebabkan hipoplasia dan aplasia sumsum tulang. 15. Retardasi pertumbuhan Berat badan dan tinggi badan kurang dibandingkan anak sehat G. Pemeriksaan Penunjang WHO merekomendasikan tes dibawah ini : 1. Blood glucose 2. Pemeriksaan blood smears dengan microscopy atau direct detection testing 3. Hemoglobin 4. Pemeriksaan Urine dan kultur 5. Stool examination dengan microscopy for ova and parasites 6. Serum albumin 7. Electrolytes Perubahan yang yang paling khas adalah penurunan konsentrasi albumin dalam serum. Ketonuria lazim ditemukan pada tingkat awal karena kekurangan makanna, tetapi sering kemudian hilang pada keadaan penyakit lebih lanjut. Kadar glukosa darah yang rendah, pengeluaran hidrosiprolin melalui urin. Kadar asam amino dalam plasma dapat menurun. Jika dibandingkan dengan asam amino yang tidak essesial dan dapat pula ditemukan

aminoasiduria meningkat. Sering ditemukan defisiensi kalium dan magnesium. Adanya penurunan aktifitas enzim pankreas dan xantin oksidase tetapi kadarnya akan kembali normal segera setelah pengobatan dimulai. 8. Pengukuran BMI (Body Mass Indeks) 9. Pengukuran antopometri pada anak, LLA dan LK 10. Rontgent : densitas tulang, keadaan jantung, paru, saluran cerna 11. Biopsi kulit dan analisis penarikan pada rambut Ditemukan berbagai derajat hipertropi dari stratum korneum, atrophy stratum granulosum dan prickle cell layer. Sel melanin dalam jumlah yang banyak ditemukan pada lapisan basal. Penurunan elastisitas serat. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan penurunan proporsi dari folikel anagen. Rambut dalam telogen phase dan kehilangan pigmen akibat menurunnya produksi melanin selama dalam lingkaran telogen 12. Biopsi hati Perlemakan hati. vakuola-vakuola lemak pada sel hati H. Komplikasi Jangka pendek 1. Hipoglikemia 2. Hipotermia 3. Dehidrasi 4. Gangguan fungsi vital 5. Gangguan keseimbangan elektrolit asam basa 6. Infeksi berat 7. Hambatan penyembuhan penyakit penyerta Jangka panjang 1. Stunting (tubuh pendek) 2. Berkurangnya potensi tumbuh kembang I. Penatalaksanaan Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit : Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan) 1. Penanganan hipoglikemi 2. Penanganan hipotermi 3. Penanganan dehidrasi 4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit 5. Pengobatan infeksi 6. Pemberian makanan 7. Fasilitasi tumbuh kejar 8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro 9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental 10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh Pengobatan penyakit penyerta 1. Defisiensi vitamin A Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis : umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali

umur 6 12 bulan : 100.000 SI/kali umur 0 5 bulan : 50.000 SI/kali Bila ada ulkus dimata diberikan : a. Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari b. Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari c. Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali 2. Dermatosis Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida. Tatalaksana : a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1% selama 10 menit b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor) c. usahakan agar daerah perineum tetap kering d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral 3. Parasit/cacing Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain. 4. Diare melanjut Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari. 5. Tuberkulosis Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB. Tindakan kegawatan 1. Syok (renjatan) Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi. Pedoman pemberian cairan : Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama. Evaluasi setelah 1 jam : Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti). Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10

ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti) 2. Anemia berat Transfusi darah diperlukan bila : Hb < 4 g/dl Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung Transfusi darah : Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam. Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi dengan jumlah yang sama. Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai. Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah. J. Prognosis Penanganan dini umumnya memberikan hasil yang baik. Penanganan yang terlambat (late stages) mungkin dapat memperbaiki status kesehatan anak secara umum, anak dapat mengalami gangguan fisik yang permanen dan gangguan intelektual. Pada kasus tanpa penanganan atau penanganan terlambat dapat memberikan akibat yang fatal. Perubahan Sistem Tubuh pada Malnutrisi Sistem Pencernaan 1. Menurunkan sekresi asam dan motilitas lambung 2. Edema mukosa saluran percernaan 3. Atrofi mukosa usus halus 4. Vili pada mukosa usus hilang 5. Permukaan lebih mendatar dan diilfitrasi oleh sel limfosit 6. Penurunan kerja pembaharuan sel epitel, indeks mitosis dan kegiatan disakarida 7. Laju penyerapan asam amino dan lemak menurun 8. Kemampuan untuk mempertahankan kandungan mucin normal berkurang 9. Defisiensi enzim-enzim pencernaan (laktase, garam empedu, dll) 10.Diare sering dan bisa berakibat fatal Sistem Kardiovaskuler 1. Kondisi semikelaparan akan menurunkan BB 24% dan volume jantung hingga 17% 2. Brakikardia 3. Hipotensi arterial ringan 4. Penurunan tekanan vena, konsumsi oksigen, stroke volume dan curah jantung 5. Dapat menyebabkan gagal jantung Sistem Pernapasan 1. Rentan terkena infeksi bronchitis, TBC dan pneumonia 2. Memperlambat pernapasan 3. Mengurangi kapasitas paru-paru 4. Dapat menyebabkan kegagalan pernapasan

Sistem Reproduksi 1. Mengurangi ukuran ovarium dan testis 2. Menurunkan libido 3. Terhentinya siklus menstruasi Sistem Saraf 1. Apati 2. Mudah tersinggung Sistem Muskuloskeletal 1. Atrofi otot 2. Menurunnya kekuatan otot 3. Kesanggupan melakukan latihan menurun 4. Osteoporosis Sistem hematologi 1. Anemia 2. Leucopenia 3. Trombositopenia 4. Hipoplasia sel-sel sumsum tulang yang berkaitan dengan transformasi substansi dasar, tempat nekrosis sering terlihat. Sistem Metabolik 1. Hipotermia -> dapat menyebabkan kematian 2. Edema terutama akibat hilangnya lemak bawah kulit Sistem Imunologi 1. Kemampuan penyembuhan luka menurun 2. Imunitas menurun Sistem Endokrin 1. Atrofi dan fibrosis sel asinar pada pankreas Referensi 1. Nelson. 2007. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Behrman Kliegman Aevin : EGC 2. Staf pengajar IKA FK-UI. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FK-UI 3. Chung SH, Stenvinkel P, Lindholm B, Avesani CM. Identifying and managing malnutrition stemming from different causes. Perit Dial Int. Jun 2007;27 Suppl 2:S239-44. [Medline]. 4. Constans T, Alix E, Dardaine V. [Protein-energy malnutrition. Diagnostic methods and epidemiology].Presse Med. Dec 16 2000;29(39):2171-6. [Medline]. 5. Wilmer WA, Magro CM. Calciphylaxis: emerging concepts in prevention, diagnosis, and treatment. Semin Dial. May-Jun 2002;15(3):172-86. [Medline]. 6. Shashidhar HR, Grigsby DG. Malnutrition. eMedicine from WebMD [serial online]. April 9, 2009;Available athttp://emedicine.medscape.com/article/985140-overview. 7. Soedarmo P., Sediaoetama, A.D., 1977. Penyakit-penyakit gizi salah (Malnutrition). Dalam : Ilmu gizi : Masalah gizi Indonesia dan perbaikannya. Dian Rakyat Jakarta, 225-248.

PENGERTIAN Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein ( Ratna Indrawati, 1994) Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita). (Ngastiyah, 1995) 2.2.2 Etiologi Selain oleh pengaruh negatif faktor sosio-ekonomi-budaya yang berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik, malabsorpsi protein, hilangnya protein melalui air kemih (sindrom nefrotik), infeksi menahun, luka bakar, penyakit hati.

2.2.3 Patofisiologi Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet akan terjadi kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin kurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat timbulnya odema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta liprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu dengan akibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati.

Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1916582-kwashiorkor/#ixzz1tthgUpCt

PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Asupan makanan harus selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh dan juga tidak berlebihan sehingga menyebabkan obesitas. Juga, karena makanan yang berbeda mengandung proporsi protein, karbohidrat, dan lemak yang berbeda-beda, maka keseimbangan yang wajar juga harus dipertahankan di antara semua jenis makanan ini sehingga semua segmen sistem metabolisme tubuh dapat dipasok dengan bahan yang dibutuhkan. Melaksanakan pemberian makan yang sebaik-baiknya kepada bayi dan anak bertujuan untuk memberikan nutrien yang cukup untuk kebutuhan; memelihara kesehatan dan memulihkannya bila sakit, melaksanakan berbagai jenis aktifitas, pertumbuhan jasmani serta psikomotor, mendidik kebiasaanBAB I yang baik tentang memakan, menyukai dan menentukan makanan yang diperlukan. Kasus gizi buruk saat ini menjadi masalah yang menjadi perhatian di Indonesia. Gizi kurang dan gizi buruk merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian, karena dapat menimbulkan the lost generation. Kualitas bangsa di masa depan akan sangat dipengaruhi keadaan atau status gizi pada saat ini, terutama balita. Akibat gizi buruk dan gizi kurang bagi seseorang akan mempengaruhi kualitas kehidupannya kelak. Angka gizi buruk sampai sekarang masih cukup mengkhawatirkan, sehingga Departemen Kesehatan membuat rencana aksi nasional dalam pencegahan dan penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk. 2. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN 1. Mengetahui zat gizi yang dibutuhkan pada tumbuh kembang anak normal 2. Mengetahui pemberian asupan makanan yang seimbang untuk anak 3. Mengetahui kelainan yang timbul bila terjadi kekurangan satu atau lebih zat gizi 4. Melakukan penatalaksanaan sesuai kasus yang terjadi I KONSEP DASAR TEORI

A. PENGERTIAN Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein ( Ratna Indrawati, 1994) Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita). (Ngastiyah, B. ANATOMI FISILOGI

Mulut, Tenggorokan & Kerongkongan

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis. Lambung

Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkonan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Rektum & Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.

C. ETIOLOGI Kwashiorkor a) Diare yang kronik b) Malabsorbsi protien c) Sindrom nefrotik d) Infeksi menahun e) Luka bakar f) Penyakit hati.

D. PATOFISIOLOGI Kwashiorkor. Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat lebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.kelianan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edem dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme. Makin kekurangan asam amnino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat edem.perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati kedepot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemah dalam hati.

E. GEJALA KLINIS Kwashiorkor a) Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan mudah terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma. b) Pertumbuhan terlambat c) Udema d) Anoreksia dan diare. e) Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan lembek. f) Rambut berwarna pirang , berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut. g) Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit yang dalam dan lebam, disertai defesiensi vitamin B kompleks, defesiensi eritropoitin dan kerusakan hati. h) Anak mudah terjangkit infeksi i) Terjadi defesiensi vitamin dan mineral F. PENATALAKSANAAN Prinsip pengobatan adalah pemberian makanan yang banyak mengandung protein bernilai biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan miniral. Makan tersebut dalam bentuk mudah cerna dan diserap, diberikan secara bertahap. Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian perenteral adalah sebagai berikut:

1) Jumlah cairan adalah ; 200 ml / kgBB/ hari untuk kwasiorkor atau marasmus kwashiorkor. 2) 250 ml/kgBB/ hari untuk marasmus. 3) Makanan tinggi kalori tinggi protien 3,0-5,0 g/kgBB 4) Kalori 150-200 kkal/ kgBB/hari 5) Vitamin dan mineral , asam folat peroral 3x 5 mg/hari pada anak besar 6) KCL oral 75-150mg /kgBB/hari. 7) Bila hipoksia berikan KCL intravena 3-4 mg/KgBB/hari.

II ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN KKP

A. PENGKAJIAN 1. Identitas pasien: Nama, alamat, umur, jemis kelamin, alamat dst.

2. Keluhan utama Kwashiorkor: ibu mengatakan anaknya mengalami bengkak pada kaki dan tangan, kondisi lemah dan tidak mau maka, BB menurun dll. Marasmus : ibu pasien mengatakan anaknya rewel, tidak mau makan, badan kelihatan kurus dll.

3. Riwayat kesehatan; a. Riwayat penyakit sekarang a) Kapan keluhan mulai dirasakan b) Kejadian sudah berapa lama. c) Apakah ada penurunan BB d) Bagaimanan nafsu makan psien e) Bagaimana pola makannya f) Apakah pernah mendapat pengobatan, dimanan, oleh siapa, kapan, jenis obatnya.

b. Pola penyakit dahulu a) Apakah dulu pasien dulu pernah menderita penyakit seperti sekarang

c. Riwayat penyakit keluarga a) Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan kekurangan gizi atau kurang protein.

d. Riwayat penyakit sosial a) Anggapan salah satu jenis makanan tertentu. b) Apakah kebutuhan pasien tepenuhi. c) Bagaimanan lingkungan tempat tinggal pasien d) Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga. e. Riwayat spiritual

a) Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu.

B. PENGKAJIAN FISIK. 1. Inspeksi: Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status gizi pasien meliputi : b) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi pasien c) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB menurun, muka seperti bulan. d) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan kusam, tampak siannosis, perut membuncit. 2. Palpasi Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek. Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Data laboratorium; - feses, urine, darah lengkap - pemeriksaan albumin. - Hitung leukosit, trombosit - Hitung glukosa darah.

III DIAGNOSA KEPERAWATAN. 1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak bertambah. 2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik 3.Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh

C. INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN A. Pada Kwashiorkor 1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak bertambah.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan, BB bertambah kg per 3 hari.

Intervensi : a. Mengukur dan mencatat BB pasein b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan d. Memberikan makanan tinggi TKTP e. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan. f. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )

Rasional:

a. BB menggambarkan status gizi pasien b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien d. Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah. e. Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan. f. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral

Evaluasi : Pasien mau makan makanan yang TKTP, BB bertambah kg tiap 3 hari.

2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik. Tujuan : Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kreteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa dibantu orang lain.

Intervensi : a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari b. Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya. c. Melatih dan membimbing dalam merubah posisi. d. Membantu pasien melekukan aktivitas / gerakan-gerakan yang ringan.

Rasional : a. Aktivitas mengambarkan kekuatan fisik pasien b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas walau dalam keterbatasan / sesuai kemampuannya. c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas. d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi : Kebutuhan aktivirtas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa bantuan orang lain.

3. Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh Tujuan : a. Mencegah komplikasi

Intervensi : a. Memberikan makanan cukup gizi (TKTP) b. Menjaga personal hygiene pasien c. Memberikan penkes tentang pentingnya gizi untuk kesehatan. d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral.

Rasional : a. Makanan yang cukup gizi mempengaruhi daya tahan tubuh. b. Personal hygiene mempengaruhi status kesehatan pasien. c. Pendidikan gizi menentukan status gizi dan status kesehatan pasien. d. Mengganti/ memenuhi zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral.

Evaluasi : Komplkasi dapat tehindar atau tidak terjadi.

3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik. Tujuan : Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kriteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa dibantu orang lain.

Intervensi : a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari. b. Membantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya. c. Melatih dan membimbing pasien dalam ,merubah posisi. d. Membantu pasien melakukan gerakan-gerakan ringan.

Rasional : a. Aktivitas menggambarkan kekuatan fisik pasien. b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuannya. c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas pasien. d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi Kebutuhan aktivitas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain.

BAB III PENUTUP KESIMPULAN DAN SARAN 1. Anak menderita defisiensi protein dan kalori/marasmic kwashiorkor 2. Perlu pengawasan khusus untuk mengembalikan anak ke kondisi normal 3. Perlu keseimbangan gizi untuk tumbuh kembang anak 4. Perlu dilakukan edukasi pada keluarga penderita agar m

You might also like