You are on page 1of 7

17 November, 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU


by yohana ADi awal Orde Baru, Suharto berusaha keras membenahi ekonomi Indonesia yang terpuruk, dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi ekonomi Indonesia ketika Pak Harto pertama memerintah adalah keadaan ekonomi dengan inflasi sangat tinggi, 650% setahun," kata Emil Salim, mantan menteri pada pemerintahan Suharto. Orang yang dulu dikenal sebagai salah seorang Emil Salim penasehat ekonomi presiden menambahkan langkah pertama yang diambil Suharto, yang bisa dikatakan berhasil, adalah mengendalikan inflasi dari 650% menjadi di bawah 15% dalam waktu hanya dua tahun. Untuk menekan inflasi yang begitu tinggi, Suharto membuat kebijakan yang berbeda jauh dengan kebijakan Sukarno, pendahulunya. Ini dia lakukan dengan menertibkan anggaran, menertibkan sektor perbankan, mengembalikan ekonomi pasar, memperhatikan sektor ekonomi, dan merangkul negara-negara barat untuk menarik modal. Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut. 1. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan, seperti : a. Rendahnya penerimaan Negara b. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara c. Terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank d. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana. 2. Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian. 3. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil. Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara: a. Mengadakan operasi pajak b. Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang. Menurut Emil Salim, Suharto menerapkan cara militer dalam menangani masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia, yaitu dengan mencanangkan sasaran yang tegas. Pemerintah lalu melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun) dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita(Pembangunan Lima Tahun) yang dengan melibatkan para teknokrat dari Universitas Indonesia, dia berhasil memperoleh pinjaman dari negara-negara Barat dan lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia. Liberalisasi perdagangan dan investasi kemudian dibuka selebarnya. Inilah yang sejak awal dipertanyakan oleh Kwik Kian Gie, yang menilai kebijakan ekonomi Suharto membuat Indonesia terikat pada kekuatan modal asing. Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI:

Pelita I (1 April 1969 31 Maret 1974) Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru. Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya. Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian. Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang. Pelita II (1 April 1974 31 Maret 1979) Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja . Pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.

Pelita III (1 April 1979 31 Maret 1984) Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Pelita IV (1 April 1984 31 Maret 1989) Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan

meningkatkan ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil yang dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.

Pelita V (1 April 1989 31 Maret 1994) Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang ekspor. Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pelita VI (1 April 1994 31 Maret 1999) Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh. Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi. Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960. Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan dengan Orde Baru kemudian tidak diberi tempat. KONDISI EKONOMI INDONESIA PADA AKHIR MASA ORDE BARU Pelita VI (1 April 1994 - 31 Maret 1999) Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan

kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak. Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan. Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan. tampakPembagunan tidak merata dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya. Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.

Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru : Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit. Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras). Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat. Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.

Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru : Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial) Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan

politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan. Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh. Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.

Ancaman Krisis Pangan dan Komitmen ASEAN


OPINI | 24 May 2011 | 10:05 Dibaca: 222 Komentar: 0 Nihil

Dua tahun terakhir sejumlah negara didunia mengalami ancaman krisis pangan. Beberapa diantaranya bahkan berada pada level yang cukup kritis. Efek kerusuhan akibat kelangkaan pangan juga terjadi di sejumlah belahan bumi ini. Puncaknya, harga komoditas pangan naik bertahap yang pada akhirnya memicu inflasi. Berbeda dengan tahun 2008, krisis pangan tahun 2011 menunjukkan reaksi dan gejolak yang sangat hebat. Jika pada tahun 2008 krisis terjadi akibat persoalan cuaca dan bersifat temporer, kali ini peyebabnya lebih komplek. Setidaknya ada tiga faktor yang disinyalir menjadi penyebab utama. Pertama, adalah lonjakan jumlah penduduk, dimana total populasi di bumi meningkat drastis sehingga permintaan akan pangan ikut melonjak. Kedua, penggunaan komoditas pangan untuk bahan bakar. Dan yang terakhir adalah meningkatnya kesejahteraan penduduk yang berujung pada kenaikan permintaan komoditas pangan. Sisi lain dari dampak dari krisis pangan tersebut seperti yang tulisan dalam laporan yang dipublikasikan oleh Earth Policy Institute. Laporan bertajuk The Great Food Crisis of 2011, Presiden Earth Policy Institute, Lester R Brown mengungkapkan data-data yang dijadikan indikasi akan rawanya krisis pangan dunia. Dari sisi komsumsi, ketiga faktor tersebut menyebabkan kenaikan konsumsi pangan dalam jumlah yang besar. Dalam 25 tahun terhitung dari tahun 1990-2005, tercatat konsumsi pangan hanya 25 juta ton per tahun, namun kenaikan luar biasa yang angkanya melebihi konsumsi pangan selama lebih dari 25 tahun terjadi antara tahun 2005-2010. Ada tiga negara yang diprediksi akan terimbas krisis pangan paling parah yakni China, India dan Indonesia. Lebih jauh, krisis pangan di masa depan diyakini akan menjadi salah satu penyebab konfrontasi atau perang antar negara. Menggantikan ideologi dan kepentingan politik lainnya. Makin menipisnya stok pangan dunia menjadi alasan konflik tersebut. Harga komoditas pangan utama dunia, seperti beras gandum, dan jagung kian membungbung tinggi di luar jangkauan masyarakat. Hal itu memicu aksi protes diberbagai belahan dunia. Utamanya negara-negara yang berada di kawasan tersebut. Dalam dekade ini sekitar 840 juta manusia di seluruh dunia masih kekurangan pangan, 799 juta berada di negara-negara berkembang. (Sumber data FOA).

Informasi ini diperkuat oleh Direktur Jendral Organisasi Pangan Dunia PBB (FOA), mengutip pemberitaan yang di sampaikan oleh Dr. Jacques Diouf, Stok pangan dunia akan mengalami masa kritis. Stok yang ada akan mencapai level terendah yang belum pernah terjadi sejak tahun 1980. Untuk tahun ini sudah 5% lebih rendah dari tahun lalu. Badan PBB untuk Urusan Pangan dan Pertanian (FAO) merilis indeks harga pangan dunia per Januari lalu naik 3,4 persen menjadi 231 poin. Itu merupakan angka tertinggi sejak 1990, saat FAO mulai memantau harga pangan dunia. FAO juga mengeluarkan data faktor-faktor penyebab naiknya harga pangan dalam tujuh bulan berturut-turut. Empat faktor itu adalah cuaca, tingginya permintaan, berkurangnya hasil panen, dan beralihfungsinya lahan tanaman pangan dari tadinya untuk sumber makanan manusia menjadi bahan bioenergi.

Peringatan mahalnya harga pangan juga datang dari Bank Dunia. Bahkan,The Bank mengungkapkan bahwa harga pangan di mancanegara kini berada dalam level berbahaya. Laporan Bank Dunia yang dimuat dalam jurnal edisi terbaru, Food Price Watch, selama Oktober 2010 hingga Januari 2011 menyatakan harga pangan di tingkat global naik 15 persen. Tingginya harga pangan ini membuat sekitar 44 juta orang miskin di penjuru dunia kian melarat sejak Juni 2010.
KTT ASEAN Dan KRISIS PANGAN Lalu bagaimana Indonesia dan Negara Negara ASEAN merespon ancaman krisis pangan tersebut? Sejauh ini Indonesia sudah melakukan sejumlah jurus agar efek negatif krisis pangan dapat diminimalisir. Bukti nyata yang diberikan Indonesia dalam menangani masalah pangan dibuktikan dalam penyelesaian krisis pangan 2008 dengan menunjukkan ketahanan yang kuat terhadap dampak dari harga pangan yang tinggi . Indonesia misalnya telah membuat operasi pasar untuk menekan harga beras di pasar dalam negeri. Indonesia juga akan mengimpor 1,3 juta ton beras pada tahun 2011. Sebagai hasil dari keberhasilan ini , suara Indonesia terdengar lebih baik di wilayah internasional .

Dunia ingin kita berbagi pengalaman kita dalam menghadapi ancaman krisis pangan dan ingin tahu strategi nasional kita di bidang ketahanan pangan. Ini adalah chip diplomatik berharga untuk mengejar agenda kita dan untuk mendorong masyarakat internasional untuk menangani masalah keamanan pangan di cara yang lebih baik . Yang banyak orang tergantung pada pertanian untuk mata pencaharian mereka. Sektor pertanian itu sendiri memberikan kontribusi sekitar 14 persen dari total saham dari PDB Indonesia pada tahun 2007 . Dengan demikian , peningkatan jumlah investasi di sektor pertanian berarti bahwa lebih banyak orang Indonesia akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk meringankan diri dari kemiskinan , memperkuat sektor pertanian dalam sistem ekonomi Indonesia , dan juga berkontribusi terhadap ketahanan pangan dunia yang lebih kuat .
Melihat hal tersebut sejumlah negara ASEAN dalam KKT yang baru melalui pertemuan di Jakarta menekankan pentingnya kerjasama antar negara untuk mengatasi krisis pangan regional. Presiden SBY menegaskan bahwa menipisnya stok pangan dunia di masa depan berpotensi mendasari konflik antar negara. Oleh karenanya sebelum konflik terjadi, SBY mengingatkan pemimpin ASEAN agar mengantisipasi stok pangan kawasan ASEAN. SBY menegaskan langkah untuk menjamin ketahanan pangan ini harus segera dilaksanakan. Mengingat kondisi saat ini yang dihadapkan dengan harga pangan dan energi yang sangat fluktuatif dan cenderung meningkat di pasar dunia. Salah satu

langkah cepat yang harus diambil adalah pelaksanaan ASEAN Integrated Food Security Framework secara komprehensif, utamanya dalam penelitian dan pengembangan, serta investasi dalam bidang pangan. SBY juga menekankan agar ASEAN mencari solusi yang inovatif dengan terus mengeksplorasi sumber-sumber energi baru dan terbarukan untuk meningkatkan keanekaragaman pasokan energi dan mengurangi konsumsi energi yang berdampak negatif pada lingkungan. Implementasi program ASEAN Energy Efficiency and Conservation, dapat mempercepat pembangunan ekonomi dan sosial di negara-negara anggota ASEAN. Himbauan SBY kepada para pemimpin ASEAN akan menjadi sebuah warning bagi tiap negara yang di kawasan itu agar terbebas dari masalah krisis pangan. Keprihatinan yang ditunjukan SBY bukanlah satu retorika untuk menakut-nakuti, akan tetapi lebih pada pembangunan wacana kebersamaan agar terhindar dari masalah pangan. Negara-negara ASEAN juga dapat belajar dari Negara kita bila memang ingin terbebas dari masalah krisis pangan. Kerjasama dalam berbagi informasi dan upaya penanggulangan beberapa masalah akan menjadi satu kekuatan yang pasti jika Negara Negara ASEAN ingin membesarkan kawasanya. Bukan tidak mustahil kawasan ASEAN akan menjadi kekuatan baru di dunia yang mampu menyelesaikan masalah pangan, terbebas dari masalah pangan dunia.

You might also like