You are on page 1of 50

Kelompok 2: Deni Nurdiyanto

Dimas Ageng Pranoto


Dina Lasti Dwi Putranto Adjie Dzuha Kartikasari Edwin Reynaldo Pasaribu Enni Sayekti Felix Camille

Pengertian, Subjek, dan Objek PBB Tarif Pajak, DPP, dan Cara Menghitung Pajak Tahun Pajak, Saat dan Tempat yang Menentukan Pajak Terutang

Pendaftaran, SPOP, SPPT, dan SKP


Tata Cara Pembayaran dan Penagihan Keberatan dan Banding

Pembagian Penerimaan Pajak, Ketentuan Pidana, Ketentuan Peralihan


Kesimpulan

Permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.

Konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada tanah dan atau perairan

Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan berdasarkan UU No 12 Tahun 1985 tentang PBB stdd UU nomor 12 Tahun 1994.

Bumi

Bangunan

PBB

Keterangan: Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa,tambak, perairan) serta laut wilayah RI. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan.

UU No 12 tahun 1985

UU No 12 tahun 1994

Nilai

Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual- beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui pembandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Objek Pajak pengganti.

Objek Pajak Sektor Pedesaan dan Perkotaan

Objek Pajak Sektor Perkebunan


Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusaha Hutan, Hak Pengusahaan Hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu serta Izin Syah lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusaha Hutan Tanaman Industri

Objek Pajak Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi


Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi

Objek

Pajak Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan energi Panas Bumi dan Galian C C Pajak Sektor Pertambangan Non Migas Galian

Objek

Objek

Pajak Sektor Pertambangan yang dikelola berdasarkan kontarak karya atau kontrak kerja sama Pajak Usaha Bidang Perikanan Laut Pajak Usaha Perikanan Darat Pajak yang bersifat Khusus

Objek Objek Objek

Termasuk dalam pengertian bangunan : a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan, seperti hotel, pabrik dan emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut; b. Jalan tol; c. Kolam renang; d. Pagar mewah; e. Tempat olah raga; f. Galangan kapal, dermaga; g. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; h. Fasilitas lain yang memberikan manfaat (Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 ).

Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan nasional, yang dimaksudkan untuk tidak memperoleh keuntungan. Contoh objek yang dikecualikan atau tidak dikenai PBB itu seperti : pesantren atau sejenisnya, sekolahan/madrasah, tanah wakaf, rumah sakit pemerintah dan lain-lain . Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan umum, peninggalan purbakala, atau sejenis dengan itu seperti museum. Tanah atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani sesuatu hak. Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Definisi

Obyek pajak yang dimiliki/dikuasai/digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Pajaknya

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Penanggung

PBB adalah orang atau badan yang :

Mempunyai hak atas bumi/tanah Memperoleh manfaat atas bumi/tanah Memiliki, menguasai atas bangunan Memperoleh manfaat atas bangunan

Siapa yang akan menetapkan penanggung pajak apabila suatu bidang dan bangunan tidak diketahui secara jelas penanggung pajaknya ?

Apabila suatu bidang dan bangunan tidak diketahui secara jelas siapa yang akan menanggung pajaknya maka yang menetapkan adalah Direktorat Jenderal Pajak. Penetapan ini ditentukan berdasarkan buktibukti; Apakah ada perjanjian antara pemilik dan penyewa yang mengatur, siapa yang menanggung kewajiban pajaknya dan siapa yang secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan bangunan tersebut.

NJOPTKP

Setinggi-tingginya Rp12.000.000,00

Per Wajib Pajak

Diberikan untuk bumi dan bangunan


Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek pajak yang nilainya terbesar

NJKP

Serendahrendahnya 20%

Setinggitingginya 100%

Objek

Pajak Perkebunan Objek Pajak Kehutanan Objek Pajak Pertambangan Objek Pajak Lainnya yang NJOP 1 milyar atau lebih

Objek

Pajak lainnya yang NJOPnya kurang dari 1 milyar

40% x NJOP

20% x NJOP

Tarif 0,5%

PBB = Tarif x NJKP

NJOP = (NJOP Bumi + NJOP Bangunan) - NJOPTKP

Seorang wajib pajak mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-nya Rp.20.000.000,- dan NJOPTKP untuk daerah tesebut Rp.12.000.000,- maka besarnya pajak yang terutang adalah : Tarif Pajak x NJKP = 0,5% x 20% x (Rp.20.000.000 - Rp.12.000.000 ) = Rp.8.000,-

Tahun Pajak
Jangka Waktu satu tahun takwim, yaitu dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember

Saat yang Menentukan Pajak Terutang


Menurut Keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari

Tempat Pajak Terutang


Untuk Daerah Jakarta, di wilayah DKI Jakarta Untuk Daerah Lainnya, di wilayah Kabupaten atau Kota

Dalam

rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi SPOP, wajib pajak akan diberikan SPOP untuk diisi dan dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Pajak

SPOP
Surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek pajak (Pasal 9 UU PBB)

SPOP harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada DJP yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak

Dirjen

pajak akan menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP yang diterimanya. SPPT diterbitkan atas dasar SPOP, namun untuk membantu wajib pajak SPPT dapat diterbitkan berdasarkan data objek pajak yang telah ada pada Direktorat Jendral Pajak

Jumlah

pajak yang terutang dalam SKP adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.

SPOP

30 hr

DIKEMBALIKAN
YA

TIDAK

SKP
+ denda 25% dari pokok pajak

SPPT
6 bulan JATUH TEMPO

Ternyata SPOP tdk benar (Ketetapan kurang)

SKP
+ denda 25% dari selisih pajak terutang

1 bulan

Segera 21 hr 1 bln JATUH stlh. SURAT TEGORAN STP TEMPO PAKSA 7 hr + bunga 2% sebulan (maks 24 bulan) 2 X 24 JAM Paling cepat PERMINTAAN JADWAL 10 hr SURAT PERINTAH MELAKUKAN PEWAKTU & TEMPAT KLN NYITAAN PELELANGAN

DASAR PENAGIHAN

SPPT

6 bulan

SEJAK D I T E R I M A

1 bulan SKP

TEMPAT PEMBAYARAN - Bank, - Kantor Pos , - Tempat lain yg ditunjuk

1 bulan STP

MENTERI

KEUANGAN DAPAT MELIMPAHKAN KEWENANGAN PENAGIHAN PAJAK KEPADA : - GUBERNUR DAN/ATAU - BUPATI/WALIKOTA

Yang

dapat diajukan keberatan PBB adalah besarnya PBB terutang sebagaimana tercantum dalam SPPT atau SKP. Keberatan dimaksud dapat dikarenakan :

Kesalahan luas bumi dan atau bangunan; Kesalahan klasifikasi bumi dan atau bangunan; Kesalahan penetapan/pengenaan; Terdapat perbedaan penafsiran peraturan perundangundangan PBB antara Wajib Pajak dan fiskus; Kesalahan Penetapan Subjek Pajak.

Membuat

permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB disertai dengan alasan yang jelas. Menyampaikan permohonan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SPPT atau SKP, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. Diajukan per Objek PBB dan per tahun pajak.

Melampirkan

foto kopi sebagai berikut :

Bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat; dan/atau Bukti Surat Ukur/Rincik; dan/atau Akta Jual Beli; dan/atau SPPT/SKP; dan/atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau Bukti pendukung (resmi) lainnya.

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Nb : Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.

Keputusan Keberatan dapat berupa : menerima seluruhnya, apabila data/buktibukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan terbukti kebenarannya. menerima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan sebagian terbukti kebenarannya.

menolak,

apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan tidak terbukti kebenarannya. menambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan, mengakibatkan peningkatan jumlah PBB-nya.

Wajib

pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke Badan Pengadilan Pajak (BPP). Ketentuan banding PBB mengikuti ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP stdtd UU Nomor 16 Tahun 2000.

Putusan Banding dapat berupa : menolak; mengabulkan sebagian atau seluruhnya; menambah pajak yang harus dibayar; tidak dapat diterima;

Putusan Banding oleh BPP bukan merupakan putusan final dan dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

Apabila putusan banding menerima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran PBB sampai dengan diterbitkannya Putusan Banding.

Diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, tepatnya dalam Bab X pasal 18, yang isinya :

1) Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan negara yang

dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan imbangan pembagian sekurang-kurangnya 90% untuk Pemerintah Daerah Tingkat I sebagai pendapatan daerah yang bersangkutan.
2) Bagian penerimaan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), sebagian besar diberikan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II.
3) Imbangan

pembagian hasil penerimaan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 1985, dalam Bab XII pasal 24-27, pasal 24 berisi; Barang siapa karena kealpaannya :
Tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak kepada Dirjen Pajak. SPOP tidak benar/ tidak lengkap dan/ atau melampirkan keterangan yang tidak benar. Yang menimbulkan kerugian pada negara, maka akan dikenakan sanksi pidana berupa pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan, atau denda setinggitingginya 2 (dua) kali pajak terutang.

a) b)

Barang siapa dengan sengaja : tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak; menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar; memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya; tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan; sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun

Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan, yang dengan sengaja melakukan tindakan :

tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya; tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan;

dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

Ancaman pidana dilipatkan dua, apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana penjara/sejak dibayarnya denda. Tindak pidana tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

Diatur dalam Pasal 28, pasal 29, dan pasal 30, yang isinya : Pasal 28 Terhadap Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda), Pajak Kekayaan (PKk), Pajak Jalan dan Pajak Rumah Tangga (PRT) yang terhutang untuk tahun pajak 1985 dan sebelumnya berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang lama sampai dengan tanggal 31 Desember 1990. Pasal 29 Dengan berlakunya Undang-undang ini, peraturan pelaksanaan yang telah ada di bidang Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda) berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Prp Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi, tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1990 sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-undang ini. Pasal 30 Terhadap Obyek Pajak dalam bidang penambangan minyak dan gas bumi serta dalam bidang penambangan lainnya, sehubungan dengan Kontrak Karya dan Kontrak Bagi hasil yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini, tetap dikenakan Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda) berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian Kontrak Karya dan Kontrak Bagi hasil yang masih berlaku.

You might also like