You are on page 1of 9

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Pendidikan Demokrasi dalam Kehidupan Mahasiswa di Kampus

OLEH: VIVIN NOVITASARI MALIDA ANA FITRIA INDAH DEBBY ROSALINA

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan selaksa nikmat kepada kita semua terutama nikmat iman dan islam. Sholawat serta salam bahagia Allah semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang pernah bersabda Tuntutlah ilmu mulai ayunan atau buaian ibu hingga liang lahad yang membawa pencerahan menuju zaman peradaban yakni agama islam. Tiada hal yang patut kami lakukan selain mensyukuri atas terselesaikannya Makalah kami yang berjudul Pendidikan Demokrasi dalam Kehidupan Mahasiswa di Kampus sebagai tugas bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan.

Dengan terselesaikannya Makalah ini kami menyampaikan terima kasih kepada: 1. drg. Bambang Saptojono, Sp.BM selaku dosen Pendidikan Kewarganegaraan. 2. Dosen pendidikan pancasila. 3. Ayah dan Ibu yang selalu mendoakan dan memberi dukungan setiap langkah kami dalam menuju kebaikan dan menggapai masa depan. 4. Teman-teman yang ikut aktif dan kerjasamanya dalam penyusunan makalah ini. Dalam penyusunan Makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penyusun mengharap saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya Mmakalah ini. Akhirnya penyusun berharap semoga Makalah ini bisa membangkitkan kecintaan kita pada Demokrasi di Indonesia serta meningkatkan nasionalisme kita. Semoga bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan teman-teman pada umumnya.

Penyusun

BAB II Pembahasan Pengertian Demokrasi Demokrasi berasal dari kata demos adalah rakyat dan kratos / katein adalah kekuasaan jadi kekuasaan rakyat atau suatu bentuk pemerintahan negara sistem pemerintahan dimana rakyat berpengaruh. Menurut pendapat Hans Kelsen beliau mengatakan bahwa pada

dasarnya demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi pada masa lalu dipahami hanya sebagai bentuk pemerintahan. Demokrasi adalah salah satu bentuk pemerintahan. Akan tetapi,sekarang ini demokrasi dipahami lebih luas lagi sebagai sistem pemerintahan atau politik. Konsep demokrasi sebagai bentuk pemerintahan berasal dari para filsuf yunani dalam pandangan ini,demokrasi merupakan salah satu bentuk pemerintahan Dalam sejarah panjang pemerintahan Indonesia selalu mengalami pasang surut dalam tatanan demokrasi mulai dari pemerintahan orde lama, orde baru, dan kini orde reformasi. Dalam perubahan tatanan demokrasi di Indonesia selalu diwarnai dengan derap perjuangan pelajar dan mahasiswa. Pemuda, pelajar, dan mahasiswa secara naluri selalu menjadi agen pengontron (agent of control) danagen perubahan (agent of change) demokrasi yang mewarnai percaturan politik di Indonesia. Karena pentingnya peran mahasiswa dalam mengontrol demokrasi di Indonesia, tidak mengherankan jika pemerintah orde baru berupaya menekan pergerakan mahasiswa yang selalu mengkritisi pemerintah melalui berbagai usaha yang pada intinya membatasi pergerakan mahasiswa dalam bidang politik dan memposisikan pelajar dan mahasiswa duduk manis dalam organisasi intra kampus dengan peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Namun hal itu hanya bertahan dalam era orde baru hingga tahun 1998. Pada bulan mei tahun 1998 mahasiswa kembali turun ke jalan menduduki gedung DPR, menggulingkan rezim orde baru dan menggulirkan orde reformasi. Sejak orde reformasi mahasiswa kembali bebas mengekspresikan dirinya sebagai agen kontrol dan agen perubahan tatanan demokrasi hingga dihasilkan tatanan politik Indonesia pasca reformasi yang lebih demokratis yang diakui oleh dunia internasional. Pemuda secara umum didefinisikan sebagai mahasiswa atau kaum terpelajar yang memiliki potensi besar dalam proses perubahan.

Mahasiswa adalah sosok yang suka berkreasi, idealis dan memiliki keberanian serta menjadi inspirator dengan gagasan dan tuntutannya. Namun, format kehidupan mahasiswa saat ini, sedikit banyak telah terpengaruh oleh sistem kehidupan. Indonesia sebagai Negara demokrasi masih dianggap gagal karena terlalu prosedural dan pengaruh uang masih sangat kuat di dalam kultur politik. Sehingga berpolitik dianggap sebagai tempat untuk mencari uang. Kalau memperhatikan apa yang terjadi di kampus-kampus di negeri ini, secara umum, paling tidak kita akan menemukan adanya beberapa kelompok mahasiswa muslim yang pemahaman dan kecenderungannya relatif berlainan. Citra dan cita- cita mereka juga relatif berbeda sesuai dengan landasan pemikiran yang mendasarinya. Melihat perkembangan saat ini adalah mereka (mahasiswa) yang cuek terhadap kondisi kehidupan masyarakat. Yakni, mereka yang tidak peduli dengan penderitaan dan kesengsaraan masyarakat. Memang sistem kapitalis yang menyetir pola kehidupan sekarang melahirkan penurunan nilai-nilai kemanusiaan. Sistem ini memang berhasil memberikan nilai materi yang cukup berlimpah. Namun, ternyata keberhasilan itu hanya diraup oleh segelinitr orang yang kuat, sementara mayoritas rakyat hidup dalam kesengsaraan. Lapangan pekerjaan semakin sempit, pengangguran kian membludak, dan berbagai tindak kriminal mulai menjadi wabah sosial kemanusiaan. Kondisi seperti ini hanya akan melahirkan sistem individualis yang semakin tajam. Setiap manusia termasuk mahasiswa- lalu berpikir pintas untuk menyelamatkan diri, dan akhirnya tidak peduli dengan keadaan lingkungan. Standar perbuatan mereka adalah manfaat. Bagi mereka, yang penting bermanfaat dirinya dan tidak merugikan orang lain. Bagi mereka pacaran tidak menjadi masalah, asal tidak hamil dan tidak menimbulkan masalah. Kelompok ini memang benarbenar ingin menikmati dan hidup tenteram dalam kondisi sekarang. Mereka tidak peduli kenikmatan hidupnya itu diraih di atas penderitaan orang lain. Krisis Mahasiswa Indonesia Peran Mahasiswa Indonesia sekarang ini sedang dalam taraf yang bisa dibilang cukup membingungkan, penuh dengan pertanyaan serta keragu-raguan. Setelah arus reformasi 1998 bergulir, mahasiswa yang menjadi salah satu simpul perubahan besar bangsa ini mencoba menemukan lagi bentuknya. Tentunya berlaku sekarang, yaitu sistem demokrasi kapitalis. Banyak yang berpendapat bahwa gerakan mahasiswa dimanapun di dunia ini adalah fenomena zaman pasca perang dunia kedua. Dan ini merupakan bagian dari revolusi kampus, yang ingin menampilkan peranan universitas dalam proses perubahan sosial.

Di negara maju, garakan mahasiswa lebih dipengaruhi oleh aspirasi anti kemantapan (anti estabilisment)suatu situasi kejenuhan dari suatu kehidupan yang dipolakan oleh proses industrialisasi. Gerakan mahasiswa lebih banyak merupakan protes terhadap keadaan yang sudah tidak seimbang lagi dimana materialisme talah telah nenjadi guilding prinsiples dalam seluruh kehidupan yang dijalani dan dan telah menihilkan idealisme murni dari tujuan semula dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara ini. Di negara berkembang dan negara negara bekas jajahan gerakan mahasiswa umumnya terkait dengan perjuangan bangsa. Gerakan ini terbagi dalam tahap perjuangan untuk kemerdekaan dan tahap perjuangan untuk mengisi kemerdekaan. Pada tahap perjuangan untuk kemerdekaan, lawan utamanya adalah penjajah dan mencoba membentengi dirinya bukan saja dengan bedil, meriam, namun juga dengan perangkat pengaturan dan perundangan yang sangat menekan kehidupan rakyat dan hanya mmenguntungkan penguasa. Gerakan mahasiswa dibungkam oleh polisi kolonial, berdasarkan peraturan kolonial yang bertujuan untuk meredam aspirasi rakyat yang ingin merdeka. Dalih untuk stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat yang digunakan penjajah adalah dalih untuk memperkokoh kekuasaannya. Namun sejarah telah membuktikan bahwa aspirasi rakyat yang mengandung kebenaran dan keadilan tidak dapat dihalangi oleh benteng benteng kekuasaan yang bagaimanapun kuatnya. Pasca perang kemerdekaan, peran mahasiswa tidak menjadi berkurang. Mengisi kemerdekaan tidak lebih mudah merebut kemerdekaan mengisi kemerdekaan harus dengan kegiatan kegiatan nyata seperti pembangunan baik fisik maupun mental spiritual secara seimbang dan serasi. Budi utomo menjadi sumber inspirasi bagi lahirnya organisasi organisasi lain baik yang bersifat kemahasiswaan kepemudaan maupun kemasyarakatan. Lahirnya Indische Vereniging dapat dilihat sebagai organisasi pertama yang ingin mengubah visi organisasi berdasarkan kekeluargaan menjadi bervisi politik. TRANSISI dan konsolidasi Indonesia menuju demokrasi yang lebih genuine dan autentik merupakan proses yang kompleks dan panjang. Demokrasi bukan barang jadi yang dapat terwujud begitu saja. Namun mesti dipelajari dan dipraktikkan secara

berkesinambungan. Sebagaimana diakui banyak pakar demokrasi, cara paling strategis untuk mengalami dan memberdayakan demokrasi melalui pendidikan demokrasi.

Itulah pendidikan yang berorientasi ke pembangunan karakter bangsa melalui pembelajaran yang menempatkan mahasiswa sebagai subjek aktif. Format pembelajaran harus dilakukan secara demokratis, partisipatif, dan kreatif serta menantang aktualisasi diri mahasiswa. Proses belajar tak lagi monopoli dosen, tetapi milik bersama sehingga proses belajar menjadi wadah berdialog. Pendidikan demokrasi memiliki dimensi pemberdayaan warga negara melalui keterlibatan dosen dan mahasiswa dalam praktik berdemokrasi langsung di perkuliahan. Hal lain yang jadi titik tekan dalam pendidikan demokrasi adalah mendidik generasi muda menjadi warga negara yang kritis, aktif, dan beradab dalam kehidupan bermasyarakat sebagai bagian dari warga dunia. Dalam konteks ini, pendidikan demokrasi mengembangkan paradigma demokratis. Orientasi itu menekankan pada upaya pemberdayaan mahasiswa sebagai bagian warga negara secara demokratis. Paradigma itu mengonseptualisasikan pendidikan demokrasi adalah sistem pendidikan yang koheren dalam mencakup pemahaman tentang cita-cita, nilai, dan prinsip demokrasi. Upaya pembelajaran diarahkan agar mahasiswa tak hanya mengetahui sesuatu. Namun dapat belajar menjadi manusia yang bertanggung jawab sebagai individu dan makhluk sosial, serta belajar melakukan sesuatu yang didasari pengetahuan. Melalui pola pembelajaran itu, mahasiswa dapat dan siap hidup bersama dalam kemajemukan bangsa Indonesia. Pendidikan model itu sangat relevan sebagai upaya pendemokrasian bangsa. Karena secara substantif, pendidikan demokrasi menyangkut sosialisasi, diseminasi, dan aktulisasi praktik demokrasi melalui pendidikan. Sebagai komponen warga negara, pengalaman mahasiswa dalam praktik demokrasi di kampus sangat berharga dalam proses transformasi nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan sosial. Jadi kampus dapat berfungsi sebagai laboratorium dan katalis demokrasi. KAMPUS sejatinya adalah miniatur dari segala. Terangkum di dalamnya hal-hal kenegaraan, budaya, tata kelola sampai wajah bangsa. Dan kampus adalah miniatur dari sebuah negara. Penghuninya berisi orang-orang yang kelak menjalankan negara. Bahkan, mereka yang berurusan dengan kenegaraan bangsa ini adalah mantan atau bahkan masih mahasiswa. Maka

wajar menganalogikan lingkungan kampus dengan negara. Meramal 20 tahun ke depan bangsa Indonesia pun dapat dilihat kondisi dan situasi kekampusan.

Menarik membaca kultweet dari Indra J Piliang yang menceritakan era 90-an saat berkutat di kelembagaan UI. Faktanya, mereka yang berkutat di kampus itu sekarang bertemu lagi dalam dinamika demokrasi kenegaraan. Sebut saja, ada Eep S Fatah, Chandra M Hamzah, Fahri Hamzah, adalah sebagian kecil dari bukti nyata rahim demokrasi adalah kampus. Kampus sebagai kawah lautan intelektual mewabahkan dirinya sebagai lahan eksplorasi, termasuk demokrasi.

Membicarakan kampus pasti akan bertemu dengan mahasiswa. Entitas dasar dari dinamika kenegaraan sejak negara ini berdiri. Setidaknya, ada dua hal bagi penulis yang menjadikan mahasiswa dapat melahirkan demokrasi kenegaraan. Faktor itu dapat terlihat dari faktor internal dan eksternal. Pertama, secara internal mahasiswa membangun sebuah sistem yang mirip dengan negara dan ada beberapa yang mengkonsepkan trias politica. Organisasi yang dibangun di kampus menerapkan Trias Politica dengan lembagalembaga pada kekuasaan eksektutif, legislatif, dan yudikatif. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) adalah lembaga eksekutif dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) sebagai yudikatif dan legislatif. Seperti halnya negara, di beberapa kampus untuk menaungi kelembagaan tersebut maka disusunlah undang-undang untuk melegitimasi lembaga tersebut. Begitu pula halnya dalam pemilihan, seperti halnya pemilu. Di kampus terdapat Pemira (Pemilihan Raya) untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua BEM. Pemira menjadi pesta demokrasi mahasiswa. Baik di tingkat fakultas maupun univeristas. Ajang pemilihan ketua menjadi ajang demokrasi mahasiswa dalam memilih ketua lembaga. Tak ubahnya seperti di negara dengan berbagai dinamika politiknya. Bahkan, ada beberapa kampus yang menerapkan sistem Parpolma atau partai politik mahasiswa dengan fraksi-fraksinya. Istilah black campaign yang kita kenal pada saat pemilu Indonesia, pun terjadi di kampus. Koalisi, oposisi, dan istilah demokrasi lainnya bukan sekadar teori, tapi praktik sehari-hari.

Kedua, adalah faktor eskternal yang menjadikan kampus dan mahasiswa candradimuka demokrasi negara. Eksternal, dalam arti peran serta mahasiswa dalam demokrasi yang berjalan di negara ini. Sikap politik dalam menanggapi kebijakan pemerintah adalah bentuk keterlibatan nyata dalam demokrasi. Hal ini merupakan bagian dari sikap poltik luar negeri lembaga mahasiswa. Bukan tanpa tedeng aling-aling mahasiswa memberikan pernyataan politik luar negerinya; dalam hal ini mengkritisi kebijakan pemerintah. Mahasiswa memiliki tugas moral sebagai pemuda, yaitu agent of change, agent of control social, dan moral force. Belum lagi fakta sejarah yang memperlihatkan sepak terjang mahasiswa dalam mengkritisi pemerintah bahkan sampai menggulingkan suatu rezim. Alhasil, kampus adalah embrional dari segala praktik kehidupan. Kehidupan bernegara adalah sepatuh cermin kehidupan mahasiswa di kampus pada masa lalu. Mahasiswa telah bernegara, berdemokrasi dalam tatanan bangsa. Negara kampus adalah demokrasi mini. Dan tulisan saya adalah bagian dari berdemokrasi. Banyak yang berpendapat bahwa gerakan mahasiswa dimanapun di dunia ini adalah fenomena zaman pasca perang dunia kedua. Dan ini merupakan bagian dari revolusi kampus, yang ingin menampilkan peranan universitas dalam proses perubahan sosial. Peran Kampus Menjadikan kampus tempat pendadaran demokrasi tentu tidak maksimal tanpa dukungan seluruh pihak. Seluruh sivitas akademika harus terlibat dalam pengembangan pendidikan demokrasi. Pendidikan demokrasi tak lain pendidikan untuk dan oleh semua demi mewujudkan tata kehidupan demokratis. Peran kampus sangat penting dan strategis dalam proses pengembangan budaya demokrasi di kalangan mahasiswa. Proses pembelajaran dalam demokrasi menanamkan kesadaran: demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang menjamin hak-hak warga masyarakat. Sejarah membuktikan, mahasiswa adalah tulang punggung gerakan reformasi. Ketulusan, semangat dan keberpihakan pada nasib rakyat membuat mahasiswa menjadi agen perubahan yang selalu diperhitungkan. Selain itu, upaya kampus mengembangkan demokrasi menjadikan mahasiswa memiliki kecakapan partisipatif dan tanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mahasiswa tak lagi jadi generasi anarkis, tetapi generasi yang cerdas dan memiliki komitmen menjaga integritas bangsa dalam mengembangkan kultur demokrasi berkeadaban.

Sebagai wahana demokratisasi melalui program pendidikan formal, pendidikan demokrasi memerlukan perangkat pengalaman belajar. Misalnya, program pembelajaran yang secara programatik dapat memandu proses pengembangan cita-cita dan prinsip demokrasi dalam diri mahasiwa. Karena itu, kampus mesti merancang pembelajaran yang secara konseptual menjadi wahana pendidikan demokrasi untuk membangun masyarakat demokratis dan sosialis. Contoh Kegiatan demokrasi yang ada di kampus Dalam kehidupan demokrasi di kampus mahasiswa berhak untuk mengikuti kegiatan kegiatan dikampus seperti organisasi mahasiswa contohnya BEM ( Badan Eksekutif Mahasiswa ), Hima ( Himpunan Mahasiswa ) kedua contoh tersebut merupakan salah satu contoh wadah kegiatan mahasiswa dalam berdemokrasi didalam kampus. Bukan hanya berorganisasi mahasiswa juga bisa melakuka kegiatan demokrasi dalam kegiatan PEMIRA yaitu pemilihan raya kita memiliki ak suara untuk memilih ketua BEM dan juga kita ikut berpartisipasi dalam pemilihan ketua hima. Dalam demokrasi kita berhak untuk menyampaikan pendapat tetapi jika ada yang membrikan pendapat lain kita harus menghargai orang lain dan keputusan diambil untuk mencapai mufakat.

You might also like