You are on page 1of 9

TEMPAT PENIMBUNAN DI BAWAH PENGAWASAN PABEAN A.

TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA


Tempat penimbunan sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menuggu pemuatan atau pengeluarannya. Tempat penimbunan sementara berada dan disediakan di Kawasan Pabean dan tempat penimbunan sementara dikelola oleh pengusaha tempat penimbunan sementara. Kalau barang-barang dari luar kawasan pabean ditimbun di tempat penimbunan sementara maka jangka waktu penimbunannya paling lama adalah 30 (tiga puluh) hari. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kepadatan barang di tempat penimbunan sementara dan waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut sudah dianggap cukup bagi yang berkepentingan untuk mengurus segala kewajiban untuk pengeluaran barang dari tempat penimbunan sementara. Jika barang yang ada di tempat penimbunan sementara tidak dikeluarkan lebih dari jangka waktu yang ditetapkan maka barang tersebut dinyatakan sebagai barang yang tidak dikuasai. Dalam hal barang-barang yang ditimbun di tempat penimbunan sementara, maka tanggung jawab terhadap barang tersebut, jika terjadi kerusakan atau kehilangan, jatuh kepada pengusaha tempat penimbunan sementara. B. TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbung barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan pengangguhan bea masuk. Barang-barang yang mendapatkan penangguhan bea masuk dengan dimasukkan ke dalam tempat penimbunan berikat adalah barang-barang yang ditujukan untuk: a. Barang impor untuk dipakai, dikeluarkan ke tempat penimbunan berikat lainnya atau diekspor. b. Barang untuk diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai. c. Barang impor untuk pameran; jalurnya bernama entrepot tujuan pameran. d. Menimbun, menyediakan untuk dijual dan menjual barang impor kepada orang dan/atau orang tertentu (di jual di toko bebas bea untuk warga Negara asing yang tugas di Indonesia dan orang yang berangkat ke luar negeri) e. Barang impor untuk dilelang sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai f. Menimbun barang asal daerah pabean untuk dilelang sebelum diekspor atau dimasukkan kembali ke daearh pabean; dimungkinkan disini adalah pelelang berasal

dari luar daerah pabean dan mengikuti kegiatan lelang yang ada di dalam daerah pabean. g. Menimbun barang impor guna didaur ulang sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai. Dalam tempat penimbunan berikat terdapat dua jenis tempat yaitu: 1. Kawasan berikat; yaitu tempat yang terdapat di dalam daerah pabean dengan batasbatas tertentu, yang didalamnya berlaku ketentuan-ketentuan pabean terhadap barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean atau dari dalam Daerah Pabean tanpa terlebih dahulu dikenakan pungutan bea (penangguhan bea masuk), cukai, dan/atau pungutan lainya. Kawasan berikat bertujuan untuk menimbun barang yang masih butuh diolah (barang setengah jadi). 2. Gudang berikat; yaitu tempat yang terdapat di dalam daerah pabean dengan batasbatas tertentu, yang didalamnya berlaku ketentuan pabean terhadap barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean atau dari dalam daerah pabean tanpa terlebih dahul dikenakan pungutan bea (penangguhan bea masuk), cukai, dan/atau pungutan lainnya. Gudang berikat bertujuan untuk menimbun barang yang sudah jadi (diimpor untuk dipakai, dikeluarkan ke tempat penimbunan berikat lainnya, dan diekspor). Barang-barang yang ada di dalam tempat penimbunan berikat dapat dikeluarkan dari dengan tujuan untuk: a. Diimpor untuk dipakai; b. Diolah; c. Diekspor baik belum atau sudah diolah d. Diangkut ke tempat penimbunan berikat lain atau ke tempat penimbunan sementara dalam hal ingin diekspor; e. Barang sub kontrak (dikeluarkan dari tempat penimbunan berikat untuk diolah lalu hasilnya nanti dimasukkan kembali ke dalam tempat penimbunan berikat); f. Dimasukkan kembali ke dalam daerah pabean;

g. Diangkut terus atau diangkut lanjut. Dalam penyelenggaraan tempat penimbunan berikat, pengusaha penyelenggara membutuhkan izin penyelenggaraan. Izin ini bisa dibekukan atau dicabut sesuai dengan keadaan penyelenggara. Maksud dari izin yang dibekukan adalah tidak berlakunya izin tersebut sampai waktu yang ditentukan dan tempat penimbunan berikat tidak boleh melakukan operasi yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai. Izin penyelenggaraan tempat penimbunan berikat dapat dicabut karena beberapa hal, antara lain ketika penyelenggara tempat

penimbunan berikat mulai menunjukkan ketidakmampuan untuk menyelenggarakan tempat penimbunan berikat dan penyelenggara sedang ada berada dibawah pengawasan kurator dikarenakan utangnya. Ketika penyelenggara tidak bisa membayar utang dalam jangka waktu yang ditetapkan dan tidak mampu lagi mengusahakan tempat penimbunan berikat maka pembekuan izin dapat dirubah menjadi pencabutan izin. Izin yang tadinya dibekukan bisa diberlakukan kembali ketika penyelenggara sudah melunasi utang-utangnya kepada pihak terkait dan menunjukkan kesanggupan untuk mengusahakan tempat penimbunan berikat tersebut. Pencabutan izin bisa terjadi karena tidak adanya kegiatan di tempat tersebut selama satu tahun terus menerus, kepailitan yang dialami penyelenggara, kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara, atau penyelenggara sendiri yang meminta agar izin penyelenggaraan dicabut. Ketika izin sudah dicabut oleh pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai maka penyelenggara tempat penimbunan berikat harus melunasi semua tanggungan utangnya, selain itu barang yang masih ada di tempat penimbunan berikatnya harus diekspor atau dipindahkan ke tempat penimbunan berikat lainnya. Hal tersebut dilakukan dalam jangka waktu tiga puluh hari. C. TEMPAT PENIMBUNAN PABEAN Definisi dari tempat penimbunan pabean sesuai dengan Undang-undang Kepabeanan adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu, yang disediakan oleh pemerintah di setiap kantor pabean. Kegunaan dari tempat penimbunan pabean adalah untuk menimbun barang yang dinyatakan tidak dikuasai, dikuasai oleh Negara, atau barang yang menjadi milik Negara. Mengenai penunjukkan tempat lain yang menjadi tempat penimbunan pabean berada dibawah keputusan Menteri Keuangan.

PEMBUKUAN
Pada dasarnya setiap kegiatan usaha membutuhkan suatu catatan pengeluaran dan pemasukkan untuk melihat perkembangan atau jalannya usaha tersebut. Begitu pula dengan kegiatan impor dan ekspor. Importir dan eksportir diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Yang dimaksud dengan pembukuan disini adalah kegiatan pencatatan secara sistematis mengenai keadaan harta, utang, modal, pendapatan, dan biaya yang terjadi dalam proses impor-ekspor. Tidak hanya importir dan eksportir, kewajiban menyelenggarakan pembukuan juga harus dilakukan oleh pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, serta pengusaha sarana pengangkutan. Pembukuan wajib dilaksanakan untuk diadakannya audit kepabeanan. Dalam pelaksanaan audit kepabeanan, pejabat bea dan cukai bisa meminta hasil pembukuan dari pihak

yang akan diperiksa dan pihak tersebut wajib menyerahkan apa yang diminta oleh pejabat bea dan cukai. Yang diminta antara lain; laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, dan surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai. Misalkan orang yang berkewajiban menyerahkan hasil pembukuan sedang berhalangan/tidak ada di tempat maka kewajiban beralih kepada orang yang dikuasakan. Dalam pelaksaan proses pembukuan, pencatatan wajib diselenggarakan dengan baik agar dapat menggambarkan kegiatan usaha yang sebenarnya. Selain itu pembukuan diselenggarakan dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, serta bahasa Indonesia, atau jika menggunakan mata uang asing atau bahasa asing harus ada izin dari Menteri Keuangan. Hasil pembukuan harus disimpan dengan baik untuk memudahkan audit di bidang kepabeanan, paling tidak hasil pembukuan harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun.

LARANGAN DAN PEMBATASAN


Larangan dan pembatasan terhadap barang impor atau ekspor dimaksudkan untuk melindungi pihak-pihak yang berpotensi akan dirugikan jika barang tersebut masuk atau keluar daerah pabean. Barang-barang tertentu yang dikenakan larangan atau pembatasan biasanya adalah barang-barang yang berbahaya atau dapat mengancam usaha dalam negeri jika barang tersebut ada di dalam negeri dalam jumlah yang banyak. Peraturan mengenai barang larangan dan pembatasan biasanya adalah peraturan titipan dari instansi teknis terkait kepada Menteri Keuangan. Selanjutnya Menteri Keuangan menugaskan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melaksanakan peraturan-peraturan tersebut. Barang yang terkena larangan dan pembatasan yang tidak memenuhi syarat atau melanggar syarat impor-ekspor maka akan dibatalkan ekspornya, diekspor kembali ke daerah pengirim dan dimusnahkan dibawah pengawasan bea cukai. Sedangkan untuk barang yang memenuhi syarat impor-ekspor namun pemberitahuan terhadap barang tersebut diindikasikan tidak benar maka barang tersebut akan dikuasai Negara.

PENGENDALIAN HAKI
Pengendalian impor atau ekspor terhadap barang yang melanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual dimaksudkan untuk melindungi pemilik hak tersebut terhadap pelanggaran yang terjadi. Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berlaku dan dilindungi antara lain: 1. Hak Cipta (UU No. 10 Tahun 2003)

2. Hak Merk Dagang (UU No. 15 Tahun 2001) 3. Hak Paten (UU No. 14 Tahun 2001) 4. Hak Desain Produk Industri (UU No. 31 Tahun 2001) 5. Rahasia Dagang (UU No. 30 Tahun 2000) 6. Desain Rangkaian Listrik Terpadu (UU No. 32 Tahun 2000) 7. Indikasi Geografis Terhadap hak-hak yang disebutkan diatas, pemilik hak dapat meminta kepada pengadilan niaga untuk membuat perintah tertulis mengenai pengangguhan pengeluaran barang yang diindikasikan melanggar HAKI. Pengajuan yang disampaikan haruslah berdasarkan buktibukti yang cukup mengenai adanya pelanggaran, selain itu bukti mengenai pemilikan hak cipta dan penjelasan terperinci mengenai barang yang dimintai penangguhan pengeluarannya serta jaminan. Sesudah perintah tertulis diterima oleh pejabat bea dan cukai maka selanjutnya pejabat akan memberitahukan kepada importir, eksportir, atau pemilik barang mengenai adanya perintah pengangguhan pengeluaran barang dan melaksanakan pengangguhan pengluaran barang yang bersangkutan dari kawasan pabean sejak diterimanya perintah tertulis dari pengadilan niaga. Penangguhan terhadap barang yang melanggar HAKI berlangsung selama 10 (sepuluh) kerja. Pihak yang mengajukan penangguhan hanya bisa sekali meminta perpanjangan penagguhan dan waktu paling lama yang diberikan untuk perpanjangan penangguhan adalah 10 hari, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadinya penyalahgunaan hak yang dimiliki oleh pihak yang mengajukan penangguhan. Selain itu pengajuan perpanjangan penangguhan juga harus disertai dengan penambahan jaminan. Jika dalam waktu sepuluh hari tidak ada keterangan perpanjangan penangguhan dan tindakan hukum maka pejabat bea dan cukai harus mengakhiri penangguhan, sedangkan jika ada tindakan hukum maka pemegang hak harus segera memberitahukan kepada pejabat bea dan cukai untuk melaksanakan penangguhan. Jika setelah ada tindakan hukum dan tidak ada keputusan untuk melakukan penambahan waktu penangguhan maka pejabat bea dan cukai harus segera mengakhiri penangguhan pengeluaran barang. Pemilik hak dapat meminta ketua pengadilan niaga untuk memberikan izin untuk memeriksa barang yang diminta penangguhan pengeluarannya. Hal ini dimaksudkan untuk mempertimbangkan tindakan hukum apa yang harus dilakukan oleh pemilik hak. Izin yang dikeluarkan juga harus tetap memperhatikan kondisi kerahasiaan atau pribadi si pemilik barang, jadi izin hanya berlaku untuk pemeriksaan fisik barang.

Selain pemilik hak atas HAKI pejabat bea dan cukai juga dapat melakukan penangguhan pengeluaran barang dikarenakan jabatannya jika ada bukti yang cukup kalau barang tersebut melanggar HAKI. Penangguhan pengeluaran barang berdasarkan HAKI tidak berlaku bagi barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau barang kiriman lewat pos atau jasa titipan yang bukan untuk tujuan komersil.

TERORISME
Barang-barang yang diindikasikan digunakan dalam kejahatan terorisme ataupun kejahatan lintas Negara akan ditindak sesuai dengan ketentuan oleh pejabat bea dan cukai. Penindakan bisa dalam bentuk penyitaan barang atau pemusnahan barang dibawah pengawasan pejabat bea dan cukai.

BARANG TIDAK DIKUASAI


Macam-macam barang yang tidak dikuasai antara lain adalah: a. Barang yang ditimbun lebih dari 30 hari di TPS yang ada di area pelabuhan atau 60 hari jika TPS tersebut ada diluar area pelabuhan. b. Barang yang berada di TPB yang sudah dicabut izinnya lebih dari 30 hari. c. Barang kiriman pos yang ditolak oleh penerima dan tidak bisa dikirim kembali keluar daerah pabean. d. Barang kiriman pos yang diterima kembali di dalam daerah pabean namun tidak diselesaikan kewajibannya dalam waktu 30 hari. Terhadap barang-barang diatas akan dipindahkan ke TPP dan akan timbul biaya sewa gudang yang besarnya ditetapkan Menteri. Ketika barang berada di TPP maka pejabat bea cukai waijb memberitahu kepada pemilik barang dalam jangka waktu 60 hari bahwa barang akan dilelang jika kewajiban tidak diselesaikan. Ketika barang belum dilelang, maka barang dapat diimpor untuk dipakai, diekspor kembali, dibatalkan ekspornya, diekspor, dan dikeluarkan ke TPB, semuanya dilakukan ketika biaya terutan sudah dilunasi. Sedangkan barang yang tidak dikuasai adalah barang yang mudah busuk dan harus dimusnahkan, tidak tahan lama, atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi, barang yang dibatasi atau dilarang yang melanggar ketentuan impor atau ekspor. Pelelangan terjadi ketika setelah 60 hari barang berada di TPP dan tidak diurus kewajiban pabeannya. Pelelangan dilakukan oleh kantor lelang Negara. Hasil lelang setelah dikurangi bea masuk, pajak, dan biaya operasional lain disediakan untuk pemilik barang. Pemilik

barang yang tidak mengambil uang hasil lelang tersebut dalam jangka waktu 90 hari sejak terbitnya pemberitahuan tertulis maka uangnya akan menjadi milik Negara. Harga terendah untuk lelang adalah bea masuk ditambah pajak dan biaya lainnya. Biaya-biaya tersebut ditetapkan oleh Menteri dan ketika biaya tersebut tidak tercapai maka barang akan dimusnahkan.

BARANG DIKUASAI NEGARA


Barang dikuasai Negara dimaksudkan sebagai barang yang penguasaannya sementara ada pada Negara sampai ada status barang yang jelas. Barang-barang yang dikuasai oleh Negara adalah: a. Barang yang terkena larangan atau pembatasan; yang diberitahukan secara tidak benar kepada pejabat bea cukai. b. Barang atau sarana pengangkut yang ditunda keberangkatannya oleh pejabat bea cukai dikarenakan belum terpenuhinya kewajiban pabean dan belum melaksanakan ketentuan undang-undang pabean. c. Barang atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di kawasan pabean begitu saja tanpa ada kepemilikan yang jelas. Barang yang dimaksud diatas diberitahukan kepada pemiliknya bahwa barang tersebut berada dibawah penguasaan Negara dan diwajibkan untuk memenuhi kewajiban pabean dalam jangka waktu 30 hari sejak pemberitahuan diterbitkan. Untuk barang yang tidak diketahui pemiliknya maka pemberitahuan akan ada di kantor pabean atau diumumkan di media massa. Barang yang dikuasai Negara seperti yang dimaksud diatas antara lain: a. Barang yang busuk dan harus segera dimusnahkan b. Barang yang sifatnya tidak tahan lama, merusak, atau bahkan barang yang biaya pengurusannya tinggi dapat segera dilelang. c. Barang yang dibatasi atau dilarang, yang diberitahukan secara tidak benar kepada pejabat bea cukai. Barang yang dikuasai Negara dapat dikembalikan kepada pemiliknya ketika pemiliknya sudah membayar bea masuk terutang dalam jangka waktu 30 hari semenjak penimbunan di TPP dan untuk barang yang dibatasi atau dilarang disertakan dokumen atau keterangan yang diperlukan mengenai barang tersebut.

Sistem pelelangan barang yang dikuasai Negara hampir sama dengan barang yang dianggap tidak dikuasai. Namun, untuk hasil lelang akan disimpan dan menunggu keputusan Menteri atau untuk alat bukti persidangan. Pemilik dapat mengajukan keberatan kepada Menteri dalam jangka waktu 30 hari sejak adanya pemberitahuan oleh pejabat bea cukai dengan alasan dan bukti yang kuat. Setelah permohonan keberatan diterima, dalam jangka waktu 90 hari ditetapkan jika tidak terdapat pelanggaran maka barang atau sarana pengangkut yang dikuasai Negara dapat dikembalikan kepada pemilik. Namun, jika ternyata terbukti adanya pelanggaran maka ketentuannya akan dibahas lebih lanjut dalam undang-undang kepabeanan. Keputusan yang nantinya dikeluarkan oleh menteri akan dibeitahukan kepada pemilik barang dan Direktur Jenderal. Jika dalam jangka waktu 90 hari Menteri tidak memberikan tanggapan maka permohonan keberatan dianggap diterima.

BARANG YANG MENJADI MILIK NEGARA


Barang yang menjadi milik Negara antara lain; barang yang dilarang, barang yang dibatasi yang tidak diselesaikan pemiliknya dalam jangka waktu 60 hari sejak ditimbun di TPP, barang dan/atau sarana pengangkut dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal, barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah dan tidak diselesaikan dalam jangka waktu 30 hari sejak pemberitahuan tertulis baik di kantor pabean atau ditujukan langsung kepada pemilik barang dan/atau sarana pengangkut, barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak diberitahukan secara benar kepada pejabat bea cukai dan barang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim dinyatakan dirampas untuk Negara. Barang-barang yang disebutkan tadi menjadi kekayaan Negara dan ditimbun di TPP dan penggunaannya diatur oleh Menteri Keuangan.

WEWENANG KEPABEANAN
Bagi setiap petugas bea dan cukai adalah suatu kewajiban dalam mengamankan hakhak Negara dalam hal pungutan yang dibebankan oleh Negara kepada pihak-pihak yang terlibat dalam impor-ekspor. Selain itu petugas bea dan cukai juga harus mengamankan Negara ini dari masuknya barang-barang yang sekiranya merugikan. Maka dari itu setiap petugas bea dan cukai dapat menggunakan berbagai macam upaya untuk melaksanakan tugasnya tersebut. Petugas bea dan cukai juga dapat dipersenjatai dengan senjata api dalam pelaksanaan tugasnya, namun ketentuan mengenai penggunaan senjata api sangatlah ketat diatur oleh Menteri sehingga penggunaannya sangat memperhatikan peraturan undang-undang yang berlaku. Selain pemeriksaan dan pengawasan terhadap barang, petugas bea dan cukai juga berkewajiban untuk memeriksa sarana pengangkut yang mengangkut barang tersebut. Ketika

menjalankan tugasnya dalam memeriksa sarana pengangkut di laut atau di sungai, petugas bea dan cukai bisa menggunakan kapal patroli yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang dilengkapi sarana operasional atau sarana pengawasan seperti radio telekomunikasi dan radar. Dalam tiap kapal patroli dilengkapi juga dengan senjata api dengan maksud untuk berjaga-jaga dalam setiap pelaksanaan tugas pengawasan sarana pengangkut.

You might also like